Alat Bukti Tulisan dalam Hukum Acara Perdata

         Sebelum membahas lebih jauh tentang alat bukti tertulis, terlebih dahulu kita harus memahami  kerangka apa saja yang akan digunakan untuk memahaminya nanti, disini Penulis akan membahas alat bukti tertulis dari segi pengertian, macam, dan kekuatan pembuktianya. dimana dalam kekuatan pembuktian alat bukti dapat menjadi alat bukti yang mempunyai nilai pembuktian yang sempurna (satu alat bukti sudah cukup untuk memutus perkara) dan mengikat (dalam hal ini mengikat para pihak yang berperkara) 
         Alat bukti tulisan secara yuridis merupakan alat bukti yang memuat tanda-tanda bacaan yang disusun menjadi suatu kalimat dengan tujuan untuk mengungkapkan suatu pernyataan, ditulis dalam/ pada bahan tulis dimana para pihak yang membuat memberi tanggal pembuatan tulisan tersebut dan menandatanganinya.
         Menurut Sudikno alat bukti tertulis adalah "segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan digunakan sebagai pembuktian" . Sedangkan menurut Pitlo, alat bukti tertulis adalah "segala sesuatu yang mengandung buah pikiran atau isi hati seseorang. Dengan demikian potret atau gambar tidak dapat dikatakan sebagai surat (tulisan) karena tidak memuat tanda-tanda bacaan atau buah pikiran." Jadi dapat disimpulkan bahwa Alat Bukti Tulisan harus memuat unsur-unsur:
  1. segala sesusatu
  2. memuat tanda-tanda bacaan
  3. mengandung buah pikiran atau curahan isi hati
          Secara umum Alat bukti Tulisan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Akta dan Bukan Akta. yang dimaksud Akta, menurut Sidikno adalah surat yang diberi tanda tangan yang memuat peistiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.
  1. AKTA         Akta sendiri dapat diklasifikasikan lagi menjadi Akta otentik, Akta Bawah Tangan, dan Akta Pengakuan Sepihak. Akta Otentik sendiri diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata yang menyatakan bahwa "Suatu Akta Otentik ialah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang bekuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya" yang intinya menyatakan bahwa akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang ditempat akta dibuat. Contohnya seperti berita acara penyidikan, KTP, SIM, Sertifikat Tanah dan lain sebagainya. Akta Otentik sendiri mempunyai nilai kekuatan pembuktian  yang sempurna (Volledig) dan mengikat (bidende), dimana suatu Akta Otentik memiliki 3 jenis daya kekuatan pembuktian sebagai berikut:

    1. Kekuatan Bukti Luar/Lahir, artinya suatu akta otentik yang diperlihatkan harus dianggap sebagai akta otentik sejak dilahirkanya/dibuatnya sampai ada pembuktian yang menyatakan sebaliknya.
    2. Kekuatan Bukti Formil, artinya suatu isi akta otentik harus sesuai dengan apa yang dituturkan/dinyatakan dan dikehendaki para pihak yang bersangkutan.
    3. Kekuatan Pembuktian Materiil, bahwa segala apa yang tercantum dalam akta otentik harus sesuai dengan kejadian/apa yang telah dilakikan para pihak yang bersangkutan.

    Sedangkan Akta Bawah Tangan, dalam Pasal 1874 KUH Perdata dijelaskan bahwa tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat-surat, register-register, surat surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa peantaraan seorang pegawai umum. Berdasarkan Pasal 1874 KUH Perdata, Pasal 286 RBG, Akta Bawah Tangan merupakan:


    • tulisan atau akta yang ditandatangani dibawah tangan.
    • tidak dibuat dan ditandatangani di hadapan pejabat yang berwenang (Pejabat Umum), tetapi dibuat sendiri oleh seseorang atau para pihak.
    • secara umum terdiri dari segala jenis tulisan yang tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat meliputi surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga, tulisan lain yang dibuat tanpa pemintaan pejabat umum.

    Kekuatan pembuktian akta bawah tangan tidak seluas dan setingi Akta Otentik yang mempunya 3 jenis daya pembuktian, dimana akta bawah tangan hanya memiliki kekuatan pembuktian formil dan materiil saja sehingga mempunyai bobot atau kualitas pembuktian yang lebih rendah dibandingkan akta otentik.namun kekuatan pembuktian pada akta bawah tangan menjadi sempurna dan mengikat apabila para pihak mengakui tanda tangan yang tertera dalam akta tersebut.

            Yang ketiga adalah Akta Pengakuan Sepihak. Akta ini diatur dalam Pasal 1878 KUH Perdata, Pasal 291 RBG yang menyatakan "Perikatan utang sepihak dibawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau memberikan barang yang dapat dinilai dengan suatu harga tertentu, harus ditulis seluruhnya dengan tangan si penanda tangan sendiri, setidak tidaknya, selain tanda tangan haruslah ditulis dengan tanga si penanda tangan sendiri suatu tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau banyaknya barang yang terutang, jika hal ini tidak diindahkan, maka bila perkataan dipungkiri, akta yag ditandatangani itu hanya dapat diterima sebagai suatu permualaan pembuktian dengan tulisan."  dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa akta pengakuan sepihak merupakan perikatan utang sepihak yang bentuk aktanya bawah tangan dan berisi (obyeknya) adalah pengakuan utang. Sedangkan untuk nilai pembukyianya sendiri tergantung pada dipenuhi atau tidaknya syarat seperti yang tercantum dalam Pasal 1878 KUH Perdata, dipungkiri atau tidaknya isi akta oleh pihak yang bersangkutan, dan disangkal atau tidaknya tanda tangan dalam akta sepihak tersebut. Jika syarat tidak dipenuhi dan isi dipungkiri maka akta pengakuan sepihak tersebut hanya dapat digunakan sebagai bukti permulaan. Jika syarat terpenuhi dan isi tidak dipungkiri maka nilai pembuktianya menjadi sempurna dan mengikat. Sedangkan jika tanda tangan disangkal namun pihak lawan dapat membuktikan orosinalitas akta tersebut, maka kekuatan pembuktianya menjadi sempurna dan mengikat. namun jika tidak dapt membktikan keorisinalitasanya mak nilai kekuatan pembuktianya turun menjadi bukti permulaan.

2. BUKAN AKTA
        Dalam praktek terdapat juga tulisan-tulisan/surat namun tulisan atau surat tersebut bukan termasuk kedalam Akta, surat atau tulisan tersebut dapat kita klasifikasikan menjadi Surat Lain Buka Akta, Foto Copy, Salinan, Kutipan.
  • Surat lain bukan akta, merupakan bentuk surat pada umumnya seperti surat yang lebih bersifat pribadi, sepert contoh surat cinta, pengumuman, selebaran gelap, petisi damn lain sebagainya. surat ini tidak dibuat dihadapan pejabat yang berwenang dan tidak harus dibubuhi tanda tangan. sehingga surat biasa tidak bisa denga sendirinya menjadi alat bukti yang sah menurut undang-undang. karena surat ini baru mempunyai nila pembuktian apabila mempunyai hubungan dengan alat bukti yang lain. 
  • Salinan, dalam Pasal 1888 KUH Pedata atau Pasal 301 RBG yang dirumuskan ada ayat 1 bahwa "kekuatan pembuktian suatu tulisan adalah pada akta aslinya". dengan begitu salinan hanya dapat dipercaya atau diakui kebenaranya apabila sesauai dengan aslinya dengan kata lain apabila telah ditunjukan akta aslinya maka nilai kekuatan pembuktian salinan sama dengan akta aslinya. namun dalam Pasal 1889 KUH Perdata terdapat pengecaualian jika para pihak tidak dapat menunjukan akta aslinya, salinan tersebut tetap mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat apabila memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal tesebut seperti salinan pertama yang sama dengan aslinya, salinan yang dibuat atas perintah hakim, salinan yang dibuat oleh notaris atau pejabat yang berwenang, dan grosse akta yang dibuat oleh notaris dari salinan pertama.
  • Foto copy, beda halnya dengan salinan biasa yang pada umumnya menggunakan peralatan konvensional secara manual, Foto Copy merupakan salinan yang dibuat menggunakan sistem dan peralatan elektronik yang canggih. Dimana hasil dari foto copy jauh lebih tinggi dan lebih baik kemiripan orisinalitasnya dibandingkan dengan salinan dengan cara konvensional, namun Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata menyatakan bahwa penilaian dan penghargaan yang diberikan hukum pembuktian kepada salinan jauh lebih tinggi dibanding foto copy, seperti apa yang telah tertuang dalam Psal 1889 KUH Perdata yang mengakomodasi tingginya derajat salinan dimana salinan dianggap identik dengan aslinya, yaitu salinan pertama (grosse pertama) yang nilai pembuktianya sama dengan akta aslinya.
  • Kutipan, diatur dalam Pasal 1890 KUH Perdata, Pasal 303 RBG. dimana menurut Pasal tersebut Salinan merupakam pengambilan tertulis beberapa bagian dari akta aslinya , dimana kutipan yang diambil dari bagian tertentu dari akta aslinya, harus persis kata demi kata. Untuk nilai kekuatan pembuktian kutipantidak diatur dalam undang-undang. dalam buku Hukum Acara Perdata karangan Yahya Harahap, nilai kekuatan pembuktian kutipan berpatokan pada prinsip atau asas umum dengan acuan nilai kekuatan pembuktian suatu akta sesuai Pasal 1888 KUH Perdata, melekat pada aslinya. dengan kata lain jika kutipa tersebut diambil dari Akta Otentik maka nilai kekuatan pembuktianya melekat/sama dengan akta aslinya yaitu sempurna dan mengikat.

Referensi :
      2005. HUKUM ACARA PERDATA tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika.
        Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Comments

Popular Posts